Selasa, 22 Desember 2015

Terbang ke Sydney di Malam Hari? Dilarang Tidur!


16 Juni 2015. Jam 1 siang.
Gila nih. Gerah banget. Aku sedang berdiri di depan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, dengan memakai jaket dobel, syal, tutup kepala, kaos tangan, kaos kaki tebal, dan sepatu boot. Pokoknya serba tertutup deh. Tentu saja orang-orang disekitarku menatapku dengan aneh. Mungkin mereka pikir aku gila, berpakaian tebal di tengah cuaca yang panas menyengat seperti ini.

Bulan Juni merupakan puncaknya musim panas kalau di Indonesia. Sebaliknya, di Benua Australia, bulan Juni merupakan puncaknya musim dingin. Dan kesanalah aku akan pergi. Itu sebabnya aku berpakaian norak seperti ini, untuk menghadapi dinginnya Sydney yg saat ini temperaturnya hanya 3C. Bahkan bisa sampai minus di pagi hari di tempat2 tertentu.

Aku tidak bisa membayangkan, dingin macam apa yg akan kuhadapi nanti? Naik bis malam AC yg dinginnya 19C saja aku sudah kedinginan, tidak bisa tidur nyenyak meskipun selimut sudah kutarik sampai menutupi dagu. Bagaimana dengan 3C?

Pesawatku terbang ke Malaysia jam 5 sore, jadi masih 4 jam lagi aku harus menahan gerah di sekujur tubuhku ini.
Jam 3.30 aku dan Zita mulai check-in. Aku celingak celinguk mencari bagian imigrasi. Beberapa kali aku terbang dari bandara ini, tapi belom pernah melihat bagian imigrasi karena penerbanganku selalu domestik. Kalo ruang tunggu domestik terletak di sebelah kanan, maka ruang tunggu internasional berada di sebelah kiri. Bagian imigrasi bandara Adi Sucipto tidak seluas di CGK. Apalagi ruang tunggu internasionalnya, hanya berupa ruangan yg kecil.

Jam 5 sore, pesawatku terbang ke utara. Karena aku duduk di sayap sebelah kiri, pemandangan indah sunset tertangkap oleh mataku. Lampu raksasa berbentuk bola berwarna kuning yg sering kita sebut matahari, perlahan hilang di kejauhan. Indah sekali bila dilihat dari angkasa. Menyisakan langit yg mulai memburam kemudian menghitam.

Jam 8 malam. “Kita telah mendarat di Kuala Lumpur International Airport. Kepada para pelawat, kami ucapkan selamat datang, dan kepada para warga negara, kami ucapkan selamat pulang kembali ke tanah air” kata-kata sambutan dari pramugari persis sama ketika aku mendarat di Malaysia 8 bulan yg lalu.



Salah mengucap huruf Q di Malaysia
KLIA kali ini berbeda dgn KLIA yg aku singgahi 8 bulan yg lalu. Mungkin karena aku mendarat di terminal yg lain. Kalo dulu tempatnya lebih sederhana, hanya berupa selasar yg memanjang jauh. Tetapi kali ini, tempatnya lebih njlimet, banyak belokan yg harus aku lewati. Dengan susah payah aku mencari gate Q14, tempat pesawatku selanjutnya akan tinggal landas. “Dimana gerbang Q14?” tanyaku pada petugas bandara dgn bahasa Indonesia. Bahasa Malaysia mirip bahasa Indonesia ini, pasti mereka ngerti. Ternyata… orang di depanku itu hanya terbengong-bengong melihatku. Waduh, apa aku harus pake English ya? Kemudian aku menyodorkan tiketku padanya. “Owh… kyu 14” jawabnya. Ternyata huruf Q yang aku baca ‘ki’, di Malaysia dibaca ‘kyu’.



Belanja pake Rupiah di Malaysia
Sepanjang perjalanan menuju gate Q14, banyak penjual minuman aku lewati. “Bunda, aku haus” kata Zita. Waduh, di dompetku cuma ada uang rupiah & dolar Australia. Aku lupa menyiapkan ringgit Malaysia karena aku cuma transit sebentar. Kuberanikan diri memasuki salah satu gerai, & mengambil sebotol air mineral. “Boleh bayar pake rupiah nggak?” tanyaku mengiba pada penjual minuman. Si mbak penjaga toko berpikir sebentar, kemudian menjawab “bolehlah”. Aku mengangsurkan uang lima puluh ribu rupiah, & si mbak penjual memberi kembalian pake ringgit. Entah berapa kembaliannya tidak aku hitung, karena aku memang belum belajar cara menghitung uang ringgit. “Gimana cara si mbak ngitung kurs ya?” pikirku sambil kembali berjalan menuju gate Q14.

Sampai di ruang tunggu, aku menunggu pesawat yg akan terbang jam 11 malam & membawaku ke Sydney. Besok pagi, jadwalku mendarat di Sydney adalah jam 10 pagi. Sedangkan jadwal terima rapot Zita adalah jam 8 pagi. Jadi Zita masih di udara ketika teman-temannya terima rapot di dalam kelas.

Aku janjian sama si ayah yg terbang dari Adelaide jam 8 pagi & mendarat di Sydney jam 10 sama seperti pesawatku. Jangan2 ntar pesawat kami ketemu di udara nih. Hihihi. Nggak mungkin banget ya, secara aku terbang dari arah utara sedangkan si ayah dari arah barat.


Pesawat Jumbo

Pukul 10.30 malam, aku sudah berada di dalam garbarata. Di ujung lorong, terlihatlah pesawat yg akan membawaku ke Sydney. “Wow, besar banget nih pesawat, lebih besar dari pesawat2 yg pernah kunaiki sebelumnya” pikirku sambil terkagum-kagum melihat pesawat berjenis Airbus yg super besar itu.
Aku biasa naik pesawat dengan kapasitas 150 orang. Sedangkan pesawat di depanku ini mempunyai kapasitas sampai 400 orang. Jumbo sekali ukurannya. Meskipun dari luar terlihat besar, ternyata di dalam, jarak antar tempat duduk sangat sempit. Padahal isi pesawat sebagian besar bule yg mempunyai kaki panjang, sehingga lutut mereka mpe kepentok kursi di depannya.

Untuk take off, pesawat ini membutuhkan waktu yg lebih lama dari pesawat2 yg pernah kunaiki sebelumnya, yg artinya, membutuhkan landasan yg sangat panjang. Aku sampai dag dig dug, jangan2 pesawat ini tidak bisa terbang saking besarnya. “Kenapa roda pesawat masih menyentuh tanah ya? Padahal pesawat sudah tancap gas dari tadi. Biasanya cuma beberapa detik ngebut, pesawat sudah langsung naik” pikirku. Beberapa saat kemudian, perutku rasanya naik turun, pertanda pesawat sudah tidak menyentuh tanah lagi. Lega rasanya. Take off berhasil.

Selama satu jam pertama penerbangan, kabin pesawat masih terang benderang. Ketika para penumpang sudah mulai mengantuk, terdengar pengumuman dari pramugari “Lampu akan dimalamkan. Bagi anda yg membutuhkan penerangan, gunakan lampu baca di atas anda”.
Hahaha. Aku tersenyum mendengar kata “dimalamkan” yg artinya dimatikan atau dipadamkan. Bahasa Malaysia ini memang lucu, pikirku sambil mencari posisi tidur yg nyaman.



Indahnya Southern Stars
Aku terjaga setelah beberapa lama tertidur. Ternyata gelap masih menyelimutiku. Hanya cahaya remang2 yg tampak. Tempat dudukku berada di sayap kiri pesawat, tepat di sebelah jendela. Aku memandang keluar jendela. Ya Tuhan. Banyak sekali bintang di langit. Aku belum pernah melihat bintang sebanyak ini. Ada jutaan, bahkan mungkin ribuan trilyun. Hihihi. Lebay deh. Pantas saja temanku menulis pengalamannya selama berada di Australia ke dalam bentuk buku, & bukunya itu diberi judul Southern Stars. Mungkin dia terinspirasi oleh banyaknya bintang di langit Australia ini. Entah bagaimana bisa langit Australia mempunyai bintang sebanyak ini. (maaf ya fotonya nggak ada, ntar liat sendiri aja deh kalo pas terbang ke Sydney ya).
Dan setelah kuingat-ingat, di bendera Australia juga ada banyak gambar bintang, lebih tepatnya ada enam gambar bintang, yg melambangkan enam negara bagian. Tetapi selain itu, mungkin juga Australia ingin memperlihatkan kalau langit mereka kaya akan bintang kan? Hhmm. Aku menarik kesimpulan asal saja.

Kalo kamu terbang ke Sydney, pasanglah alarm supaya bisa bangun di malam hari. Sayang sekali kalo kamu tidak sempat menikmati keindahan bintang2 yg begitu banyak ini.
Mataku tidak bisa terpejam melihat banyaknya bintang2 di luar. Tanpa terasa, warna hitam malam perlahan-lahan berubah menjadi biru tua di sebelah bawah. Kemudian warna biru tua itu semakin naik, dan digantikan oleh warna biru muda di bawahnya. Setelah biru muda, disusul kemudian oleh warna oranye. Ternyata matahari akan segera terbit.

Aku duduk di sebelah sayap bagian kiri, sedangkan pesawatku ini melaju ke arah selatan, sehingga aku bisa menikmati matahari terbit di kejauhan. Entah pemandangan macam apa yg ada di sayap kanan. Mungkin daratan Australia sudah tampak dari deretan bangku penumpang sebelah kanan. Sedangkan kalo di sebelah kiri, hanya air yg tampak, jauh membentang tanpa batas, Samudra Pasifik yg maha luas. Kasian deh yg duduk di tengah, nggak kebagian jendela.



Proses landing yang lama
Jam 9 pagi. “Landing position” kata sang pilot memberi pengumuman, padahal jadwal mendarat masih satu jam lagi. Dengan serentak semua penumpang kembali ke tempat duduk mereka, menutup bagasi kabin, melipat meja makan, menegakkan kursi, memasang seat belt, mematikan semua peralatan elektronik, & membuka tirai jendela. Ritual khas kalo pesawat mau mendarat.
Pesawat kami memang perlahan-lahan mulai turun. Awan datang bergulung-gulung seperti ombak di sebelah kiriku. Pesawat yg tadinya tenang seperti diam ditempat, kini mulai bergetar-getar pelan pertanda sedang menembus awan.

Begitu turun menembus awan, ternyata di bawah kami masih ada gumpalan awan lain. “Gila nih, terbang sampai ke langit lapis berapa nih, di bawah awan masih ada awan lagi” pikirku sambil sedikit takut membayangkan begitu tinggi kami terbang.
Biasanya, pada penerbangan domestik yg sering aku tumpangi, begitu turun menembus awan, dibawah langsung terlihat pohon2 & rumah2 meskipun masih dalam ukuran mini karena masih jauh. Tetapi kali ini, setelah menembus awan berlapis-lapis, barulah daratan di bawah mulai terlihat.


6.608 km


Setelah satu jam lamanya pesawat turun & terus turun tapi nggak nyampe2 daratan juga, saking tingginya nih pesawat mengangkasa, kami landing dgn mulus. Landasan di bandara Sydney ini persis sama dgn bandara Ngurah Rai di Bali, yaitu membentuk jetty & menjorok ke laut. Jadi ketika mendarat, kita seperti hendak tercebur ke laut.
Akhirnya… aku mendarat di Sydney, setelah menempuh penerbangan sejauh 6.608 km, dgn kecepatan rata-rata 800km/jam.
Aku melihat ke luar jendela. Banyak pesawat lain yg parkir di sekitar pesawatku. Ada Qantas, Virgin, Jetstar, Emirates, British Airways, Cathay Pasific, Etihad Airways, United Airlines, Lufthansa, Singapore Airlines, Malaysia Airlines, & pesawat2 lain dgn berbagai nama yg keren & bendera berbagai negara. Tidak hanya Garuda, AirAsia, Lion, Sriwijaya, Citylink, yg sering kulihat pada penerbangan domestik.

Di bagian imigrasi, ada ratusan bule sejauh mata memandang. Aku celingak celinguk mencari paspor bergambar Garuda di sekitarku. Nihil. Tidak ada orang Indonesia disini. Aku sendirian. Semoga urusanku lancar sampai keluar bandara nanti & bertemu si ayah di luar bandara.


Selama di Ausie, kami menginap di Sydney, Melbourne, Kangaroo Island, dan Adelaide. Jadi… masih banyak kisah seru ttg Ozy di postingan selanjutnya… stei cun.

Baca juga :
- Minum Air Cebokan di Sydney
- tentang Melbourne
- Great Ocean Road
- tentang Adelaide