Senin, 05 Maret 2018

The Lost World Castle Jogja, Great Wall - nya Indonesia





Kepuharjo Cangkringan Sleman, nama tempat ini sering aku dengar di berita-berita televisi ketika Merapi meletus kemarin dulu itu. Dan sekarang, di tempat ini, telah berdiri sebuah kastil megah, sebagai salah satu obyek wisata di kawasan Kaliadem.




Kastil ini sering juga disebut ‘Benteng Takeshi’ atau ada juga yang menyebut ‘Great Wall-nya Indonesia’. Dari atas kastil ini, kita dapat menikmati pemandangan Merapi yang menawan.




Puas bernarsis ria di kastil ini, kamu bisa berpindah tempat ke Rumah Hobit maupun Stonehenge yang berjarak 500 meter dari kastil ini, atau kamu dapat juga ikut Lava Tour menggunakan kendaraan jeep yang banyak berseliweran disini.
 
berani naik sampai ujung atas sana?


Harga tiket :
-        Obyek Wisata Kawasan Kaliadem 3.000/orang + 4.000 untuk kendaraan roda 4.
-        The Lost World Castle 25.000/orang
-        kendaraan untuk meluncur 10.000

tiket masuk 25rb meski di lembaran tiket tertulis 60rb



 Disini kamu juga bisa meluncur seru lho. Tonton videonya berikut ini


Baca juga :

Senin, 01 Januari 2018

Gajah Bertebaran di Way Kambas



Kotoran hewan sebesar ember bertebaran disepanjang jalan yang kulalui. Ada yang dipinggir jalan, ada juga yang di tengah. Ada yang masih utuh berbentuk bukit mini, ada pula yang sudah gepeng tergilas roda kendaraan. “Ayo cepet-cepetan, siapa nih yang nemu gajah duluan” kataku pada Zita yang sedang asik memperhatikan hutan lebat yang mengepung kami. Tidak berapa lama, sampailah kami di gerbang Taman Nasional Way Kambas, tanpa menemukan gajah seekorpun, padahal kotoran mereka sudah terlihat dimana-mana.

sumpah, tinggi banget nih gajah. hiy

Taman Nasional Way Kambas adalah taman nasional perlindungan gajah yang terletak di Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur (sekitar 16 km dari jalan lintas timur). Pemerintah daerah menyediakan bus Damri dari terminal Rajabasa Bandar Lampung menuju Way kambas. Luas taman nasional ini adalah 130.000 ha.

lagi duduk manis, ada gajah nyamperin dari belakang

Sampai saat ini sudah ada ratusan gajah yang dilatih di Way Kambas dan sudah disebar ke seluruh penjuru tanah air, dan tersisa 63 gajah yang sekarang masih tinggal di Way Kambas, belum termasuk gajah-gajah liar yang ada di luar taman wisata ini. Setiap gajah mempunyai pawang sendiri-sendiri, jadi ada 63 pawang gajah di tempat ini, yang memperhatikan kesehatan masing-masing gajah asuhannya, dan semua pawang disini adalah laki-laki (jadi pengen mendaftar pawang, biar cantik sendiri) ^_^
 
ngasih makan gajah
“Gajah itu sebenarnya hewan nocturnal yang aktif di malam hari, jadi kotoran yang ada di hutan tadi adalah milik gajah liar yang mana kalau siang hari mereka ngumpet, tidur di dalam hutan. Sedangkan gajah yang ada di dalam taman sudah jinak dan tidurnya di malam hari, mengikuti kebiasaan manusia atau pawangnya” kata pawang gajah yang kunaiki. Gajah yang kunaiki ini berjenis kelamin perempuan dan bernama Karmila yang berumur 24 tahun.
 
pegangan erat! si Karmila nunduk, nemu makanan, bikin aku hampir  jatuh.
 
Zita nemu anak gajah yang lagi maen sendirian
Untuk dapat naik gajah disini kamu cukup membayar 40 ribu rupiah untuk sekedar berfoto selama 5 menit saja. Kalau ingin naik gajah dan berkeliling padang rumput yang luas selama 40 menit, biayanya 150 ribu per orang. Sedangkan yang ingin berkeliling lebih jauh lagi sekitar satu setengah jam, ongkosnya 300 ribu. Kalau aku sih ambil yang 150 ribu dan itu pun tanganku sudah pegal capek berpegangan, dan kaki pegal karna capek mengapit tubuh gajah yang besar itu, supaya tidak terjatuh.
 
menyeberang
Tips nih, sebaiknya kamu mengenakan celana panjang, kaos kaki & sepatu, karna gajah ini suka blusukan ke semak-semak berduri, jadi kakimu harus terlindungi biar tidak tertusuk duri semak. Kalau yang duduk di bagian depan (leher gajah) sih enak, kakinya terlindungi telinga gajah yang super lebar.

si Karmila blusukan ke semak-semak *_*
anak-anak gajah

Tips lagi nih, sebaiknya kamu datang ke tempat ini di pagi atau sore hari ketika gajah masih berkumpul, karna pas aku kesini siang bolong, para gajah sedang berpencar jalan-jalan di taman yang luas ini sehingga hanya sedikit gajah yang terlihat.


Sedikit tentang Gajah
Ada dua benua yang memiliki jenis satwa ini yaitu Asia dan Afrika. Untuk wilayah Indonesia, Sumatera merupakan satu-satunya pulau yang menjadi habitat alami gajah. Gajah bisa melahirkan satu sampai dua anak dan berat lahirnya antara 40-80 kg dengan tinggi badan 75-100 cm. Masa mengandung gajah berkisar antara 17-24 bulan. Hadeh, hamil 9 bulan aja udah capek banget, apalagi sampai 20 bulan ya? weleh weleh.


Baca juga :

Sabtu, 11 November 2017

Fort Marlborough, Benteng Sejarah di Bengkulu





Benteng adalah bangunan yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Benteng-benteng yang ada di Indonesia kebanyakan adalah peninggalan Belanda, Portugis, dan Spanyol. Misalnya, Benteng Duurstede di Maluku, Benteng Marlborough di Bengkulu, Benteng Vredeburg di Yogyakarta. (buku IPS kelas 4 SD halaman 91).


Nah, kali ini, benteng yang kami kunjungi adalah Benteng Marlborough yang merupakan benteng peninggalan Inggris di kota Bengkulu. Benteng ini didirikan oleh East India Company tahun 1713-1719 dibawah pimpinan Gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Nama Marlborough diambil dari nama bangsawan penjajah Inggris yang bernama Duke of Marlborough.


Tak lengkap rasanya jika kita traveling ke Bengkulu jika tidak mengunjungi Fort Marlborough. Dari atas benteng Marlborough kita dapat menikmati keindahan Pantai Tapak Paderi dan kota Bengkulu, serta kita dapat pula selfie-selfie dengan angle-angle yang cantik. Jam buka Fort Marlborough adalah dari jam delapan pagi sampai enam petang.

tugu pers dilihat dari atas benteng

Pada tahun 2004, Fort Marlborough ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Kemenbudpar.
Untuk bisa berkeliling ke dalam Fort Marlborough kita cukup membayar 5.000 saja.
 
Zita sibuk mencatat sejarah Fort Marlborough
 
di depan makam tiga tokoh terkenal
 
salah satu meriam
 
salah satu sudut benteng


 
di atas benteng


Baca juga :

Selasa, 10 Oktober 2017

Hahndorf, Australia’s Oldest German Town



South Eastern Freeway, begitulah nama jalan yang sedang kulalui ini, sebuah jalan di Australia Selatan yang mirip jalan lingkar luar kota, yang menghubungkan Adelaide dengan Hahndorf. Disebelah kiri jalan, banyak tumbuh pohon berdaun eukaliptus, daun yang menjadi makanan favorit para koala. Meski tiap beberapa ratus meter ada rambu bergambar koala, tetapi tidak satu pun koala yang kulihat, mungkin karena koala lebih suka ngumpet di balik rimbunnya dedaunan di pohon, tidak seperti kanguru yang senang berlompatan di padang rumput sehingga lebih mudah terlihat daripada koala.


Tidak lebih dari satu jam berkendara, tibalah aku di Hahndorf (sebuah kota kecil yang banyak ditinggali orang-orang Jerman) yang berjarak 28 km dari pusat kota Adelaide.


Hahndorf berdiri pada tahun 1839, setelah para pelaut dari Jerman mendarat di tempat ini pada 28 Desember 1838. Nama Hahndorf sendiri diambil dari nama kapten kapal, yaitu Dirk Meinerts Hahn, sedangkan ‘dorf’ artinya ‘desa’ dalam bahasa Jerman.


Hahndorf mempunyai satu jalan utama yang memanjang, dengan bangunan-bangunan berarsitektur Jerman yang menghiasi kanan kiri jalan. Toko-toko souvenir, serta café-café dengan menu ala Jerman juga banyak tersebar disini. Serta tempat parkir gratis juga bertebaran lho, tidak seperti Adelaide CBD yang ongkos parkirnya mahal.


Ada nih satu tempat yang banyak dikunjungi mahasiswa Adelaide asal Indonesia yaitu Fairy Garden. Di salah satu tembok Fairy Garden, ada gambar sayap besar yang sering dijadikan background foto. Hampir semua teman kuliah si ayah asal Indonesia, mempunyai foto ini di akun fb mereka (hasil kepo-in fb teman-teman si ayah yang kuliah di Adelaide Uni).
 
banyak mahasiswa Adelaide asal Indonesia memajang gambar sayap ini di DP mereka
Bagi yang tidak punya kendaraan pribadi, bisa lho ke Hahndorf naik bus umum. Lihat jadwal bus-nya di website Adelaide Metro yaa.


Baca juga