Minggu, 30 Oktober 2016

Little Sahara, Kedinginan di Padang Pasir



Pernahkah kamu merasa kedinginan di tengah padang pasir yang luas? Memikirkan sebuah padang pasir, yang ada dalam bayanganku adalah panas yang menyengat, sinar matahari yang membakar kulit. Tetapi tidak demikian dengan padang pasir yang satu ini, setidaknya bagiku yang datang kesini pada bulan Juli karena di tempat ini, bulan Juli merupakan puncaknya musim dingin.


Little Sahara, merupakan sebuah padang pasir yang berada di pesisir selatan Kangaroo Island, South Australia. Dari kejauhan, tampak padang pasir ini menjulang tinggi, layaknya ombak yang bergulung.


Zita di salah satu sudut Little Sahara

Di pintu masuk, ada seorang petugas yang menjaga tempat ini. Seperti petugas yang berjaga sendirian di tengah hutan di pintu masuk Flinders Chase, di Little Sahara ini juga ada seorang bule cantik yang menjaga tempat ini sendirian, di tepi padang pasir yang sunyi ini. Ketika aku berjalan mendekat, bule cantik berusia sekitar dua puluhan itu menyapaku dengan ramah, menawarkan papan surfing untuk sand boarding.


Bukan meluncur di atas salju, melainkan di atas pasir

Aku berjalan beriringan dengan tujuh orang bule yang tiga diantaranya membawa papan surfing. Tidak mudah berjalan di atas pasir ini. Berkali-kali kakiku terbenam ditelan pasir. Apalagi ketika kami mulai berjalan naik, beberapa kali aku terpaksa melorot lagi ke bawah terbawa pasir yang turun.


Karena lelah berjalan dan melihat luasnya padang pasir yang harus kulalui untuk dapat sampai ke puncak gundukan pasir, aku berhenti dan menonton saja para bule pembawa papan surfing, yang mulai meluncur dari atas puncak pasir, seolah mereka berseluncur di atas salju. Tidak jarang dari mereka yang terguling dari atas papan dan kemudian terbenam dalam pasir.









Lihat serunya sand boarding di video ku disini.

Kamis, 20 Oktober 2016

Avalokitesvara di Bintan, Vihara Terbesar se - Asia Tenggara



“Maaf mas, numpang tanya. Kalau Vihara A… vo… loke… ra…”

“Avalokitesvara?” serobot si mas tukang sate dengan cepat, seolah dia mengucapkan kata paling mudah sedunia.

“Iya itu” jawabku malu karena tidak berhasil menyebut nama vihara terkenal itu dengan baik dan benar.

Ketika tiba di Bintan, aku belum punya planning apa-apa. Aku baru googling tempat wisata di Bintan ketika sudah sampai pulau ini. Dan salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi di Bintan adalah Avalokitesvara ini, sebuah vihara yang konon katanya terbesar se-Asia Tenggara.

“Mbaknya tinggal lurus saja, nanti ada bunderan di depan, pilihlah jalan raya Tanjung Pinang – Tanjung Uban. Vihara itu ada di sebelah kiri jalan” jawab si mas penjual sate tempatku bertanya.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku kembali memacu kendaraan menuju jalan raya Tanjung Pinang – Tanjung Uban. Sambil berkendara, aku teringat sesuatu. Sebentar, sepertinya aku pernah mendengar nama Avalokitesvara sebelumnya, yaitu ketika aku nonton film Seven Years in Tibet yang dibintangi oleh Brad Pitt yang berperan sebagai Heinrich Harrer. Dalam film based on true story itu, Heinrich berteman dengan Dalai Lama 14 yang dipercaya sebagai reinkarnasi dari Avalokitesvara. Nonton film itu jadi kepengen ke Tibet. Halah. Sekarang ngomongin Bintan dulu, Tibetnya ntar kapan-kapan, semoga suatu hari nanti bisa ke Lhasa yang misterius itu. Amin.

Avalokitesvara di Bintan, merupakan sebuah vihara yang konon katanya terbesar di Asia Tenggara. Letaknya di jalan raya Tanjung Pinang – Tanjung Uban, batu 14 (batu disini maksudnya km 14, kalau menyebutkan alamat di Jawa biasanya menggunakan istilah km, kalau di Bintan biasanya menggunakan istilah batu).

Karena aku belum pernah ke Bintan sama sekali, untuk mencari tempat ini lumayan sulit, padahal letaknya di jalan utama pulau ini. Beberapa kali aku harus bertanya pada penduduk setempat. Karena aku masih kesulitan menyebut kata Avalokitesvara, aku harus nyontek tiap kali bertanya pada orang di pinggir jalan.

Setelah beberapa waktu berputar-putar, akhirnya aku menemukan vihara megah ini. Jika kamu berangkat dari Tanjung Pinang, carilah jalan utama menuju Tanjung Uban. Avalokitesvara terletak di sebelah kiri jalan utama ini.

Vihara Avalokitesvara dibangun oleh sebuah yayasan komunitas Tionghoa di Tanjung Pinang untuk dijadikan sebagai tempat memperdalam ilmu agama bagi para biksu baik yang datang dari daerah lokal maupun dari luar negeri seperti Tiongkok, Singapore, dan Malaysia.



Pintu gerbang yang megah dan menjulang tinggi, menyambut para pengunjung. Sepanjang jalan masuk, terhampar taman yang luas membentang, yang ditumbuhi pohon buah naga. Patung-patung berdiri tegak di sepanjang kanan dan kiri pintu masuk.







Dan di dalam bangunan, tinggi menjulang, ada sebuah patung Dewi Kuan Yin dalam posisi duduk. Tinggi patung ini mencapai 16,8 meter yang terbuat dari tembaga dengan berat 40 ton, dan berlapis emas 22 karat.



Baca juga :

Senin, 10 Oktober 2016

Berjemur Bersama Singa Laut di Admiral Arch



Admirals Arch, terletak di ujung Pulau Kanguru, tempat koloni singa laut berada, singa laut atau yang lebih sering dipanggil dengan nama ‘seal’ (sea lion).

Mobil kami parkir di dekat Cape du Couedic, yang merupakan nama sebuah lighthouse. Dari situ, kami berjalan kaki ke bawah, ke arah laut, ke arah Admirals Arch.
Cape du Couedic
Zita semangat banget pengen lihat seal, makanya jalannya cepat banget ninggalin bundanya jauh di belakang
Puluhan Seal Berjemur di Bebatuan
Jalan yang kami lalui landai, menuju ke bawah. Setelah beberapa kali kelokan, jalanan mulai turun dengan curam. Jurang berisi bebatuan tajam terhampar di bawah sana. Aku berhenti ketika menemukan sebuah papan bertuliskan ‘Prohibited area, New Zealand fur seal breeding area’. Ada seekor singa laut sedang tiduran di dekat papan itu.

“Mana yang lain? Kok cuma satu?” tanyaku sambil mencari-cari di tanah datar sekitar situ. “Itu mereka!” teriak si ayah. Pandangannya ke arah batu-batu berwarna abu-abu gelap di tepi laut. Aku mengikuti arah pandangannya. Cuma batu-batu berwarna abu-abu gelap yang kulihat. Tapi kok… sepertinya batu-batu itu bergerak ya? Ternyata yang berwarna abu-abu gelap di atas batu-batu itu adalah seal dalam berbagai ukuran. Begitu aku menemukan satu, secara ajaib seal-seal lain seolah bermunculan.

itu tuh sealnya banyak banget! kelihatan nggak? lebih banyak daripada di Ancol nih.
warna seal yang senada dengan batuan disekitarnya membuat keberadaan seal tersamarkan
Ternyata warna kulit seal yang gelap, tersamarkan oleh bebatuan yang berwarna senada. Padahal setelah diperhatikan dengan seksama, memang banyak seal sedang tiduran dengan santai di atas bebatuan itu. Puluhan jumlahnya. Bahkan ada yang sedang berenang di perairan sekitar bebatuan itu. Para seal kecil, bermain air di kolam-kolam yang terbentuk secara alami di atas bebatuan.


kalau tidak diperhatikan benar, hanya terlihat seperti batu
Meninggalkan para seal dengan kesibukan mereka, kami kembali berjalan lebih ke bawah lagi. Di bagian bawah terdapat gua indah yang terbentuk secara alami. Stalaktit bergelantungan di bagian atap gua.

jalan ke bawah menuju Admiral Arch
Admirals Arch merupakan salah satu landmark alam Kangaroo Island yang mengesankan dan tidak biasa. Butuh ribuan tahun erosi untuk membuat landmark ini. Stalaktit yang menjuntai dari langit-langit gua ini sangatlah indah. Tempat ini juga merupakan tempat yang ideal untuk mengamati koloni seal berkulit abu-abu gelap. Mereka beristirahat dan berkembangbiak di darat, tetapi mencari makanan mereka di dalam air. Kolam-kolam batu yang tersebar disini merupakan tempat yang populer untuk anak seal bermain.

dan inilah Admiral Arch
Kami menghabiskan banyak waktu disini, melihat anak-anak seal yang berkejar-kejaran, ada juga anak-anak seal yang sedang berebut menyusu pada ibu mereka yang dengan santai tiduran dan berjemur di atas batu. “Kalau begitu, kita tidak perlu lagi membayar mahal untuk bisa masuk ke Seal Bay. Disini saja kita bisa melihat seal berkeliaran dengan gratis” kataku mengusulkan yang langsung disetujui oleh si ayah karena isi kantongnya sudah semakin menipis.

 
jalan pulang kembali menuju Cape du Couedic
Seal Bay merupakan sebuah pantai di pesisir selatan Kangaroo Island. Pantai ini dipenuhi oleh koloni seal yang bertebaran di pantai yang landai. Tetapi untuk dapat masuk ke pantai ini, kita harus merogoh kocek lumayan dalam. Bagi kami yang tidak berkantong tebal, menikmati koloni seal di Admiral Arch ini merupakan solusi supaya dapat melihat koloni seal tanpa mengeluarkan uang lagi.
 
Cape du Couedic dilihat dari kejauhan
Hanson Bay
Aku membentangkan peta Kangaroo Island, dan melihat Hanson Bay yang terletak tidak begitu jauh dari Admiral Arch. “Kita ke Hanson Bay dulu yuk sebelum ke Little Sahara” usulku. Memang sih, di peta, jalan menuju Hanson Bay berwarna putih yang artinya belum beraspal. Tetapi jalan berwarna putih itu cuma pendek, paling nggak sampai 1 km. Memang sebenarnya untuk menjelajah Kangaro Island ini lebih enak menggunakan mobil 4WD karena banyak jalan tanah dan belum beraspal.

Hanson Bay
Kedatangan kami di Hanson Bay disambut oleh hamparan luas pasir putih. Ada beberapa jejak kanguru yang kulihat disitu. Tetapi tidak tampak si pemilik jejak dimana-mana. Entah dimana para binatang berkantung itu bersembunyi.

Lagi-lagi sepi. Hanya ada mobil kami disini, dan sebuah toilet bau karena tidak ada air yang mengalirkan sisa pembuangan ke bawah. Hanya ada lubang untuk kita membuang hajat, kemudian kotoran kita langsung jatuh ke tanah di bawah toilet, dan kemudian lama-kelamaan terkubur di dalam tanah.



Baca juga :