Rabu, 11 November 2015

Bali part 2, diserbu pedagang di Batur



Kali ini, langkah kaki membawa kami menyusuri bagian utara Pulau Bali. Tempat persinggahan pertama kami adalah Bedugul, yang gambarnya bisa kita lihat di lembaran uang lima puluh ribu rupiah yang berwarna biru. Aku sebenarnya ingin berfoto mirip seperti di lembaran uang itu, dengan menaiki perahu yang mengapung di tengah perairan, persis seperti dalam gambar. Tetapi ternyata, perahu itu hanya berlayar ketika ada acara keagamaan saja.

Sebenarnya kita bisa menikmati Danau Beratan di Bedugul dengan berlayar menggunakan perahu, tetapi bukan di daerah situ, melainkan dari bagian belakang yang jauh dari pemandangan dalam uang lima puluh ribu rupiah itu. Jadilah terpaksa kami harus cukup puas berfoto di darat saja, dengan latar belakang pura yang terdapat dalam gambar uang lima puluh ribu rupiah.
Bedugul, gambar yang ada di uang lembar lima puluh ribu rupiah
 Dari Bedugul, kami lanjut ke Gunung Batur. Begitu turun dari mobil, kami diserbu para pedagang asongan. Mereka berjalan di kanan kiri kami, di belakang, bahkah banyak pula yang berjalan mepet di depan kami sehingga kami kesulitan melangkah. Ada yang menawarkan kaos, buah-buahan, souvenir seperti gelang dan kalung, dan banyak pula yang menawarkan tato. Sebenarnya sih sangat mengganggu sekali ya.


Dengan terseret-seret, kami akhirnya berhasil berdiri di depan Gunung Batur yang dibawahnya terdapat Danau Batur, dan disebelahnya ada Desa Trunyan yang penduduknya mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan.
Gunung Batur & Danau Batur

Sebenarnya pemandangan di sini indah, tidak membuat bosan. Yang membuat bosan adalah para pedagang asongan yang terus mendesak supaya kami mau membeli barang dagangan mereka. Akhirnya kami mencoba membuat tato yang ditawarkan, dan memenuhi kaki dan tangan kami dengan ukiran tato. Dan ternyata tinta tato kami mengotori seprai hotel yang berwarna putih polos bersih, tempat kami menginap. Keesokan hari ketika bangun tidur, seprai polos putih bersih itu berubah menjadi belang-belang kehitaman gara-gara tato kami.

Dari daerah Batur, kami langsung lanjut ke Besakih, pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali. Ketika hendak memasuki kawasan Besakih, mobil kami dihadang oleh seorang ibu-ibu paruh baya berusia sekitar 50-an. Dia langsung memakaikan gelang ke tangan kami, menaburkan bunga ke arah kami, sambil mulutnya komat-kamit di depan dupa yang terbakar. Kemudian dia juga memakaikan udeng ke kepala si ayah, menyelipkan bunga kamboja ke telinga kami, serta menempelkan butiran beras di jidat kami. Katanya sih sebagai syarat untuk memasuki Pura Besakih. Setelah itu… dia minta bayaran. “Seikhlasnya saja om” kata si ibu-ibu itu. Si ayah mengangsurkan uang dua puluh ribu rupiah. “Kurang om. Udengnya saja sepuluh ribuan. Belum gelangnya”. Wah kalau ini sih malak namanya. Aku celingak celinguk melihat jalanan yang sepi. Beberapa mobil melintas tanpa dicegat. Mungkin si ibu ini melihat plat mobil kami yang AG (Kediri), jadi pikirnya “bukan orang lokal nih, wajib diminta sumbangan”. Yah sudahlah, pengalaman, besok lagi kalau lewat sini nggak bakalan mau berhenti kalau dicegat lagi.

Sampai di Pura Besakih, kami dihadang lagi kali ini oleh penjual kain. Dia menawarkan dagangan kainnya, katanya sih kalau masuk pura harus memakai kain ini. Karena pengalaman sebelumnya, awalnya kami cuek sama pedagang itu. Dan ternyata di pintu masuk, ada kain yang disewakan, tidak harus dibeli dengan harga mahal.
Zita di Pura Besakih, dg beras yg masih menempel di jidat, & gelang di tangan, hasil dari paksaan seorang ibu-ibu yg minta sumbangan
Di dalam Pura Besakih, ternyata sedang ada upacara keagamaan. Orang-orang Bali beriringan memasuki pura dengan pakaian adat dan aneka macam barang bawaan.
Upacara adat Bali. si ayah masih memakai udeng & gelang hasil dr paksaan seorang ibu-ibu yg minta sumbangan di pinggir jln tadi
Hari terakhir di Bali, kami mengunjungi pantai Sanur.
Sanur Bali. Zita manyun krn kalah rebutan topi sama bundanya ^-^
Dari Pantai Sanur, kami lanjut berkeliling Legian, yang terkenal sebagai tempat terjadinya bom Bali. Dan persinggahan terakhir kami adalah Pantai Kuta. Disini Zita bisa bermain air sepuasnya, si ayah asyik memperhatikan bule-bule berbikini yang banyak tiduran di pantai, sedangkan aku, menikmati pemandangan pesawat yang silih berganti take-off maupun landing di Bandara Ngurah Rai yang berada di sebelah Pantai Kuta.

para bule sedang berjemur di Kuta

Lihat foto lainnya di fb : Tyas Susilaning




















Baca juga :
Terowongan Waduk Jatiluhur 
Sunrise di Bromo 
Tempat Wisata di Jakarta 
Bentuk Unik Kawah Kelud

1 komentar: